BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan cerminan kehidupan manusia. Sebagai
cermin kehidupan manusia, karya sastra mampu membuat pembaca membayangkan dan
menghayati pengalaman hidup manusia sewajarnya. Memahami sebuah karya sastra
perlu adanya hubungan antara pengalaman pembaca dengan dunia fiksi yang
dituangkan oleh pengarang. Dengan demikian, pembaca dapat memperoleh pengalaman
literer dari pengarangnya. Seperti diungkapkan oleh Nurgiyantoro (1995: 3)
bahwa fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan
sesama. Fiksi merupakan dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap
lingkungan dan kehidupannya. Selain itu, Suharianto (1982: 11) mendefinisikan
karya sastra sebagai karya rekaan yang terlahir dari kreasi dan daya khayal
sastrawan. Karya sastra memiliki dunia tersendiri. Ia merupakan pengejawentahan
kehidupan hasil pengamatan sastrawan atas kehidupan di sekitarnya Pendapat ini
dimaksudkan bahwa sastrawan atau pengarang dalam berkarya selalu memasukkan
pengalaman-pengalaman hasil pengamatan dalam kehidupan sehari-hari di
sekitarnya. Dengan demikian sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan
kehidupan nyata yang kemudian diejawentahkan ke dalam bentuk sastra.
Dari pendapat para ahli yang telah disampaikan sebelumnya
maka dapat disimpulkan bahwa karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni
yang memiliki dunia tersendiri yang
berbeda dengan karya seni lainnya. Hal
ini disebabkan karya sastra selain memiliki nilai estetis, juga mengandung
berbagai pengetahuan yang dapat mempengaruhi kehidupan pembacanya.
Penjelajahan ke dalam batin atau kejiwaan yang sering disebut
dengan psikologi untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk beluk manusia yang
unik dan kompleks ini merupakan sesuatu yang merangsang, bila ingin melihat dan
mengenal manusia lebih mendalam dan lebih jauh diperlukan psikologi. Sebab
segala permasalahan kehidupan dapat dikembalikan pada teori psikologi. Menurut
teori-teori psikologi, orang dapat mengenal berbagai macam sifat, kepribadian,
dan karakter manusia secara mendalam.
Freud membedakan beberapa unsur dalam kehidupan psikis, yaitu Id (Das es)
atau ketidaksadaran, Ego (Das Ich) yang memiliki unsur kedasaran dan Super Ego
(Uber-ich) atau aku-ideal, yang berfungsi sebagai hati nurani yang mengkritik
dan mengontrol kehidupan sendiri. Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain
saling berkaitan serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak
lain merupakan produk interaksi ketiga unsur tersebut. Id merupakan komponen
biologis, ego merupakan komponen psikologis sedangkan super ego merupakan
komponen sosial (Corey, 2003:14).
Salah satu bentuk
karya sastra adalah novel. Novel termasuk karya sastra yang paling populer. Selain itu, novel merupakan bentuk karya sastra yang
banyak dicetak dan paling banyak beredar, sebab daya komunikasinya cukup luas
terhadap masyarakat. Damono (1989:10)
berpendapat, bahwa cerita khas yang terdapat dalam novel adalah pengarang
mempunyai nilai untuk menyampaikan nilai-nilai hidup yang sangat berguna bagi
pembaca. Nilai-nilai itu misalnya nilai moral, nilai psikologi, nilai
pendidikan, nilai religius, dan masih banyak lagi nilai-nilai lainnya.
Pada dasarnya
karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki
karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia. Analisis
unsur intrinsik sastra akan mengkaji tentang tema, alur, tokoh, latar,
amanat dan point of view dalam sebuah karya. Dalam hal ini, pengarang berusaha
mengungkap pemikiran dan gejolak batin yang biasa dialami manusia. Oleh karena
itu, ada hubungan antara sastra dengan psikologi sastra yang meliputi hubungan
psikologis tokoh dalam karya sastra, psikologis pembaca sebagai penikmat karya
sastra dan psikologis penulis pada saat melakukan proses kreatifitas yang
tergambar lewat karangannya.
Dalam penciptaan karya sastra selalu terdapat nilai-nilai
pendidikan yang sudah diselipkan saat proses pembuatan karya sastra itu
berlangsung sebagai bentuk pendidikan melalui jalur membaca sastra. Meskipun
sastra pada zaman sekarang lebih bebas dan tidak terikat tetapi tendensi sastra
tetap ada yang mendasari terciptanya karya sastra. Nilai-nilai pendidikan dalam
karya sastra meliputi pendidikan agama, moral, keindahan, kehidupan dan
kebenaran. Tendensi yang disampaikan pengarang dalam nilai-nilai sastra baik
tersirat maupun tersurat dapat memberikan kemanfaatan bagi penikmat sastra
(pembaca) berupa motivasi dan contoh-contoh baik yang dapat diimplementasikan
dalam kehidupan nyata.
Novel 99 Cahaya Di
Langit Eropa adalah novel yang menceritakan kehidupan seorang wanita yang
bernama Hanum dan suaminya Rangga di Benua Eropa tepatnya di kota Wina,
Austria. Perjalanan spiritual Hanum dimulai dari timur
Eropa yaitu kota Andalusia hingga Istanbul di Turki perjalanan dimulai ketika
Hanum berkenalan dengan Fatma Pasha seorang muslimah dari negara Turki berusia
29 tahun. Fatma menunjukan betapa besar pengaruh islam di Benua Eropa kepada
Hanum namun pertemuan mereka hanya sebentar karena Fatma harus merawat putrinya
Ayse yang meminta dirawat ditanah kelahirannya di Turki. Perjalanan Hanum
dimulai dari Wina ke Paris selanjutnya ke Cordoba serta Granada di Spanyol
dan berakhir di Istanbul Turki untuk bertemu
dengan Fatma. Ketika di Paris Hanum bertemu dengan Marion Latimer seorang
mualaf yang bekerja sebagai ilmuan di Arab World Institute Paris. Marion
menunjukan kebesaran islam yang ada di Paris. Hanum sebagai pengarang menggambarkan dirinya
dengan memasukan unsur-unsur pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan
perilaku tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar pembaca
meresapi dan mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan
latarbelakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini berjudul
“Analisis Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latarbelakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumusankan permasalah
dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah
struktur novel 99 Cahaya Di Langit
Eropa?
2.
Bagaimanakah aspek kepribadian Id berdasarkan
teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud pada tokoh dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa?
3.
Bagaimanakah aspek kepribadian Ego berdasarkan
teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud pada tokoh dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa?
4.
Bagaimanakah aspek kepribadian Super Ego
berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud pada tokoh dalam
novel 99 Cahaya Di Langit Eropa?
5.
Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang
terdapat dalam novel novel 99 Cahaya Di
Langit Eropa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar